LANGITJAMBI, BUNGO_Mardiyana (65), mantan politikus melaporkan dugaan penganiayaan terhadap anaknya bernama Wahyu, yang merupakan warga binaan di Lapas Kelas IIB Muara Bungo karena kasus narkoba.
Menurut Mardiyana, ia mendapat informasi dari tetangganya bahwa anaknya dipukuli hingga wajah lebam oleh oknum ASN Lapas berinisial RK. Ia menekankan bahwa hukuman harus dijalankan sesuai hukum, bukan kekerasan.
Tim media yang mengunjungi lapas awalnya ditolak masuk, namun kemudian diberi akses untuk bertemu Wahyu. Dalam pertemuan, Wahyu terlihat tertekan dan enggan mengakui adanya kekerasan dan hanya mengaku dihukum disiplin karena menggunakan ponsel.
Namun, dia disebut dijebloskan ke “Sel Monyet” (Leter F), ruang isolasi khusus untuk hukuman berat yang menimbulkan pertanyaan soal perlakuan terhadap warga binaan.
Ketua LSM Lippan Bungo, Abunyani, mengecam keras dugaan ini dan meminta tindakan tegas dari pihak berwenang.
Kalapas M. Kameily berjanji akan memanggil pihak-pihak terkait untuk klarifikasi.
1. Dugaan kekerasan oleh petugas lapas (ASN RK) terhadap warga binaan.
2. Kesulitan akses media dan kurangnya transparansi di dalam lapas.
3. Potensi tekanan terhadap korban (Wahyu) untuk bungkam.
4. Desakan publik dan LSM atas akuntabilitas dan keadilan.
5. Kebutuhan pengawasan ketat dan reformasi di sistem pemasyarakatan.
Kasus ini mencerminkan masalah struktural dalam sistem pemasyarakatan Indonesia termasuk dugaan kekerasan rendahnya transparansi, dan lemahnya perlindungan hak warga binaan. Pernyataan Wahyu yang terlihat menahan diri menimbulkan kecurigaan adanya tekanan internal.
Diperlukan penyelidikan independen dari Kemenkumham, Komnas HAM, atau Ombudsman untuk memastikan proses hukum berjalan objektif mengawal kasus ini dimedia dan sosial media.
Mendorong pelibatan lembaga HAM dalam investigasi.
Memastikan keluarga korban mendapatkan pendampingan hukum.
Mendorong audit terhadap seluruh bentuk hukuman isolasi di lapas. ***